Pentingnya Energi Nuklir di Indonesia
Pemerintah
Kita telah merencanakan untuk membangun PLTN yang loksinya
sudah di tentukan yaitu di Jepara Jawa tengah dan Bangka Blitung. Tapi
pembangunan PLTN ini masih diperdebatkan (pro dan kontra) yaitu
mempertimbangkan untung dan ruginya jika kita membangun PLTN yang sarat
dengan resiko jika terjadi Ledakan Reaktor Nuklir seperti yang terjadi
di jepang 11maret 2011. Pembangkit
Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan
diperoleh dari satu atau lebihreaktor nuklir pembangkit listrik.
Pasca
gempa dan tsunami yang melanda Jepang pada tanggal 11 Maret 2011,
menebarkan teror tersendiri yang disebabkan meledaknya reaktor nuklir
Fukushima akibat overheating, walaupun pihak Badan Keselamatan Nuklir
dan Industri Jepang (NISA)
menegaskan, tak kan ada efek bagi kesehatan selama warga mengungsi
seperti yang diperintahkan. Bahkan perbandingan tingkat radiasi dapat
dijelaskan sebagai berikut:
- Tingkat radiasi yang diukur di dekat reaktor pada Senin, 14 Maret 2011 pukul 13.12 sebesar 34,2 microsievert,
- Sedangkan paparan radiasi rontgen perut dengan sinar -X di rumah sakit mencapai 600 microsievert dan
- Seseorang yang melakukan perjalanan pulang-pergi naik pesawat dari Jepang ke Pantai Timur AS akan menerima radiasi sebesar 200 microsievert.
Mungkin public acceptance yang berhubungan
erat dengan minimnya informasi mengakibatkan masyarakat selalu
menghubungkan meledaknya reaktor nuklir dengan sejarah kelam Hiroshima
dan Nagasaki kemudian
disusul musibah Chernobyl menambah teror
tanpa pemberitaan berimbang.
Kebanyakan masyarakat kita sudah ngeri duluan
jika mendengar kata NUKLIR. Betul, efek
negatifnya mengerikan. Ilmuwan-ilmuwan yang bergelut dengan
radioaktivitas sendiri bahkan menjadi korbannya. Ambil
contoh Marie Curie.
Ilmuwan wanita kelahiran Warsawa, Polandia, yang bersama suaminya,
Piere Curie, berhasil menemukan dua unsur radioaktif yaitu
polonium dan radium, meninggal dunia akibat kanker. Diduga kanker ini
disebabkan karena sang ilmuwan berinteraksi cukup lama dengan
bahan-bahan radioaktif. Meski sebenarnya teknologi nuklir ini juga dapat
digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Seperti PLTN (asal tidak
meledak seperti di Fukushima atau Chernobyl), pemanfaatan dalam bidang
kedokteran, industri, hidrologi maupun pertanian. Atau pemanfaatan dalam
teknologi kapal selam berbahan bakar nuklir yang tidak menghasilkan gas
buangan.
Nuklir
memang tidak sempurna dan mahal untuk dibangun. Tetapi selain target
kebutuhan pada tahun 2025 yang harus mulai dipersiapkan semenjak dini,
perlu diingat bahwa hingga kini baru 66 % penduduk Indonesia yang
menikmati listrik. Sejauh ini nuklir sudah memenuhi 15 % kebutuhan
listrik dunia dan mencegah emisi 2,1 milyar ton CO2 per tahun. Sementara
dibenua Eropa sudah dibagun 144 PLTN.
Pemilihan
nuklir mungkin dapat dianalogikan dengan pemilihan menggunakan pesawat
terbang ketika bepergian jauh. Alasan utama orang menggunakan pesawat
terbang bukan karena percaya pada pilotnya tetapi karena manfaatnya yang
signifikan dibandingkan resikonya. Sebagian besar orang menganggap
bahwa Manfaat menggunakan pesawat terbang sebanding dengan resiko yang
mungkin terjadi.
Energi
nuklir merupakan jawaban bagi kemungkinan terjadinya krisis energi di
Indonesia pada masa depan. Selain bahan baku yang masih melimpah dan
efisien, teknologi tersebut relatif aman.
Teknologinya sudah ada. Indonesia memiliki banyak
pakar nuklir. Bahan baku juga melimpah. Dr Hanan Widiharto, Jurusan
Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM
Dr
Hanan Widiharto mewakili tim prodi Teknik Nuklir, Jurusan Teknik Fisika,
Fakultas Teknik Universitas Gajahmada, Yogyakarta, Selasa (22/3/2011),
mengatakan bahwa kebutuan energi listrik Indonesia saat ini adalah
30.000 megawatt.
Dari
kebutuhan tersebut, baru 60 persen yang terpenuhi. Akibatnya, banyak
daerah di Indonesia yang belum terjangkau listrik. Jika mengacu pada
visi Indonesia 2025, kebutuhan energi yang dibutuhkan, baik untuk
penerangan, maupun pengembangan industri, mencapai 100.000 megawatt.
Jika
mengandalkan sumber energi di luar nuklir, pemenuhan kebutuhan tersebut
akan sulit dipenuhi. Hanan Widiarto menuturkan, secara teoretis,
Indonesia memiliki potensi energi geotermal sebesar 27.000 megawatt.
Namun,
jika direalisasikan, maka kemungkinan yang diperoleh hanya 9.000
megawatt. Untuk sumber energi hidro, Indonesia memiliki potensi sekitar
30.000 megawatt. Namun jika direalisasikan, sumber ini kemungkinan hanya
akan menghasilkan energi setara 10.000 megawatt.
Sementara
itu, jika memanfaatkan energi matahari, selain mahal dalam hal
investasi, dibutuhkan sel surya seluas 20 kilometer persegi untuk
memperoleh energi sebesar 1.000 megawatt.
Jika
yang akan dikembangkan adalah bioenergi, maka untuk mendapatkan energi
sebesar 1.000 megawaat setidaknya dibutuhkan lahan untuk penanaman bahan
baku seluas 300 kilometer persegi.
Lain
halnya jika kita memanfaatkan teknologi nuklir. Untuk memperoleh energi
sebesar 1.000 megawatt, cukup dibutuhkan 1 unit reaktor nuklir.
“Teknologinya sudah ada. Indonesia memiliki banyak pakar nuklir. Bahan
baku juga melimpah. Yang dibutuhkan adalah sosialisasi dan pendidikan
kepada masyarakat tentang bagaimana hidup berdampingan dengan nuklir,”
kata Hanan Widiarto.
Contoh pemanfaatan
teknologi nuklir yang salah adalah pada pembuatan bom atom. Bom atom
dihasilkan dari reaksi fisi berantai yang berlangsung sangat cepat dan
tidak terkendali sehingga menimbulkan ledakan yang sangat dahsyat.
Reaksi fisi adalah reaksi pembelahan inti-inti berat (contohnya uranium)
menjadi inti yang lebih ringan. Pada kasus bom atom Hiroshima dan
Nagasaki tahun 1945, bom atom yang dijatuhkan bukan saja berdampak
langsung karena terjadi pemusnahan secara masal, tapi juga kandungan
radioaktif dari bom ini dapat meninggalkan jejak di atmosfer Bumi yang
tentunya memiliki dampak buruk bagi makhluk hidup. Belum lagi pencemaran
radioaktif pada kandungan tanahnya yang efeknya masih dirasakan hinggan
puluhan tahun kemudian.
Sejarah Radioaktivitas. Teknologi
mengenai zat-zat radioaktif diawali oleh penelitian yang dilakukan oleh
Henri Becquerel, yang awalnya penasaran dengan sinar-X yang
ditemukan oleh Wilhelm Rontgen tanpa sengaja. Dalam
penyelidikannya menyelidiki asal-usul sinar-X, Becquerel justru
menemukan bahwa senyawa uranium dapat memancarkan radiasi dari dalam
intinya yang tidak stabil. Unsur-unsur yang memiliki inti tidak stabil
seperti uranium atau plutonium disebut unsur radioaktif. Penelitian Becquerel
kemudian diikuti pasangan ilmuwan Curie.
Teknologi bom atom
dan reaktor nuklir sendiri diawali dari penemuan pembelahan inti (reaksi
fisi nuklir) oleh Otto Hahn, seorang ilmuwan Jerman yang juga
menemukan unsur radioaktif bernama Protaktinium bersama Lise Meitner.
Pembangunan reaktor nuklir pertama kalinya dilakukan oleh Enrico
Fermi pada tahun 1942 di Universitas Chicago, Amerika Serikat.
Reaktor nuklir tidak melulu digunakan untuk pembangkit listrik, tetapi
juga digunakan dalam pembuatan radioisotop dan penelitian yang digunakan
dalam bidang kedokteran, industri, biologi maupun farmasi. Indonesia
sendiri memiliki beberapa reaktor nuklir yang digunakan untuk penelitian
dan produksi isotop. Tidak ada teknologi yang aman 100 %, berdasarkan
hasil studi oleh Paul Scherrer Institute, Swiss terhadap 4.290
kecelakaan dalam industry energy antara tahun 1969 -1996 menunjukkan
bahwa nuklir adalah sumber energy yang paling aman dibanding gas alam,
minyak dan batubara.
Batu bara juga
menghasilkan emisi CO2, NOx, SOx, serta partikel debu yang dilepaskan ke
udara. Emisi CO2 batu bara mencapai 1250 gram CO2/kWh sedangkan tingkat
emisi nuklir hanya 25 gram CO2/kWh. Karena membantu mengurangi
pemanasan global, China ( mempunyai 27 unit PLTN), Rusia (11 PLTN) dan
India (6 PLTN) sebagai kekuatan baru ekonomi dunia sekaligus penyumbang
emisi terbesar dunia yang menempati peringkat ke 2,3 dan 4 berencana
menambah reaktor nuklirnya masing-masing 50 unit (China), 14 unit
(Rusia) dan 18 unit (India). Dibanding bahan bakar fosil, pembangunan
PLTN memang lebih mahal tetapi jauh lebih murah dalam pengoperasian.
Keuntungan dan kekurangan: Keuntungan
PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama lainnya adalah:
Tidak
menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal) - gas
rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan
dan hanya sedikit menghasilkan gas)
Tidak mencemari
udara - tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon
monoksida, sulfur dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida,
partikulate atau asap fotokimia
Sedikit
menghasilkan limbah padat (selama operasi normal)
Biaya bahan
bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan
Baterai nuklir
- (lihat SSTAR)
Berikut ini berberapa
hal yang menjadi kekurangan PLTN:
Risiko
kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah
kecelakaan Chernobyl (yang tidak mempunyai containment building).
Limbah nuklir
- limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dapat bertahan
hingga ribuan tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar