Jumat, 14 September 2012

Energi Nuklir



Pentingnya Energi Nuklir di Indonesia




Pemerintah Kita telah merencanakan untuk membangun PLTN yang loksinya sudah di tentukan yaitu di Jepara Jawa tengah dan Bangka Blitung. Tapi pembangunan PLTN ini masih diperdebatkan (pro dan kontra) yaitu mempertimbangkan untung dan ruginya jika kita membangun PLTN yang sarat dengan resiko jika terjadi Ledakan Reaktor Nuklir seperti yang terjadi di jepang 11maret 2011. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebihreaktor nuklir pembangkit listrik.
Pasca gempa dan tsunami yang melanda Jepang  pada tanggal 11 Maret 2011, menebarkan teror tersendiri yang disebabkan meledaknya reaktor nuklir Fukushima akibat overheating,  walaupun pihak Badan Keselamatan Nuklir dan Industri Jepang (NISA) menegaskan, tak kan ada efek bagi kesehatan selama warga mengungsi seperti yang diperintahkan. Bahkan perbandingan tingkat radiasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Tingkat radiasi yang diukur di dekat reaktor pada Senin, 14 Maret 2011 pukul 13.12 sebesar 34,2 microsievert,

  • Sedangkan paparan radiasi rontgen perut dengan sinar -X di rumah sakit mencapai 600 microsievert dan

  • Seseorang yang melakukan perjalanan pulang-pergi naik pesawat dari  Jepang ke Pantai Timur AS akan menerima radiasi sebesar 200 microsievert.
Mungkin public acceptance yang berhubungan erat dengan minimnya informasi mengakibatkan masyarakat selalu menghubungkan meledaknya reaktor nuklir dengan sejarah kelam Hiroshima dan Nagasaki kemudian disusul musibah Chernobyl menambah teror tanpa pemberitaan berimbang.
Kebanyakan masyarakat kita sudah ngeri duluan jika mendengar kata NUKLIR. Betul, efek negatifnya mengerikan. Ilmuwan-ilmuwan yang bergelut dengan radioaktivitas sendiri bahkan menjadi korbannya. Ambil contoh Marie Curie. Ilmuwan wanita kelahiran Warsawa, Polandia, yang bersama suaminya, Piere Curie, berhasil menemukan dua unsur radioaktif yaitu polonium dan radium, meninggal dunia akibat kanker. Diduga kanker ini disebabkan karena sang ilmuwan berinteraksi cukup lama dengan bahan-bahan radioaktif. Meski sebenarnya teknologi nuklir ini juga dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Seperti PLTN (asal tidak meledak seperti di Fukushima atau Chernobyl), pemanfaatan dalam bidang kedokteran, industri, hidrologi maupun pertanian. Atau pemanfaatan dalam teknologi kapal selam berbahan bakar nuklir yang tidak menghasilkan gas buangan.
Nuklir memang tidak sempurna dan mahal untuk dibangun. Tetapi selain target kebutuhan pada tahun 2025 yang harus mulai dipersiapkan semenjak dini, perlu diingat bahwa hingga kini baru 66 % penduduk Indonesia yang menikmati listrik. Sejauh ini nuklir sudah memenuhi 15 % kebutuhan listrik dunia dan mencegah emisi 2,1 milyar ton CO2 per tahun. Sementara dibenua Eropa sudah dibagun 144 PLTN.
Pemilihan nuklir mungkin dapat dianalogikan dengan pemilihan menggunakan pesawat terbang ketika bepergian jauh. Alasan utama orang menggunakan pesawat terbang bukan karena percaya pada pilotnya tetapi karena manfaatnya yang signifikan dibandingkan resikonya. Sebagian besar orang menganggap bahwa Manfaat menggunakan pesawat terbang sebanding dengan resiko yang mungkin terjadi.
Energi nuklir merupakan jawaban bagi kemungkinan terjadinya krisis energi di Indonesia pada masa depan. Selain bahan baku yang masih melimpah dan efisien, teknologi tersebut relatif aman.
Teknologinya sudah ada. Indonesia memiliki banyak pakar nuklir. Bahan baku juga melimpah. Dr Hanan Widiharto, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik UGM
Dr Hanan Widiharto mewakili tim prodi Teknik Nuklir, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik Universitas Gajahmada, Yogyakarta, Selasa (22/3/2011), mengatakan bahwa kebutuan energi listrik Indonesia saat ini adalah 30.000 megawatt.
Dari kebutuhan tersebut, baru 60 persen yang terpenuhi. Akibatnya, banyak daerah di Indonesia yang belum terjangkau listrik. Jika mengacu pada visi Indonesia 2025, kebutuhan energi yang dibutuhkan, baik untuk penerangan, maupun pengembangan industri, mencapai 100.000 megawatt.
Jika mengandalkan sumber energi di luar nuklir, pemenuhan kebutuhan tersebut akan sulit dipenuhi. Hanan Widiarto menuturkan, secara teoretis, Indonesia memiliki potensi energi geotermal sebesar 27.000 megawatt.
Namun, jika direalisasikan, maka kemungkinan yang diperoleh hanya 9.000 megawatt. Untuk sumber energi hidro, Indonesia memiliki potensi sekitar 30.000 megawatt. Namun jika direalisasikan, sumber ini kemungkinan hanya akan menghasilkan energi setara 10.000 megawatt.
Sementara itu, jika memanfaatkan energi matahari, selain mahal dalam hal investasi, dibutuhkan sel surya seluas 20 kilometer persegi untuk memperoleh energi sebesar 1.000 megawatt.
Jika yang akan dikembangkan adalah bioenergi, maka untuk mendapatkan energi sebesar 1.000 megawaat setidaknya dibutuhkan lahan untuk penanaman bahan baku seluas 300 kilometer persegi.
Lain halnya jika kita memanfaatkan teknologi nuklir. Untuk memperoleh energi sebesar 1.000 megawatt, cukup dibutuhkan 1 unit reaktor nuklir. “Teknologinya sudah ada. Indonesia memiliki banyak pakar nuklir. Bahan baku juga melimpah. Yang dibutuhkan adalah sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat tentang bagaimana hidup berdampingan dengan nuklir,” kata Hanan Widiarto.
Contoh pemanfaatan teknologi nuklir yang salah adalah pada pembuatan bom atom. Bom atom dihasilkan dari reaksi fisi berantai yang berlangsung sangat cepat dan tidak terkendali sehingga menimbulkan ledakan yang sangat dahsyat. Reaksi fisi adalah reaksi pembelahan inti-inti berat (contohnya uranium) menjadi inti yang lebih ringan. Pada kasus bom atom Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945, bom atom yang dijatuhkan bukan saja berdampak langsung karena terjadi pemusnahan secara masal, tapi juga kandungan radioaktif dari bom ini dapat meninggalkan jejak di atmosfer Bumi yang tentunya memiliki dampak buruk bagi makhluk hidup. Belum lagi pencemaran radioaktif pada kandungan tanahnya yang efeknya masih dirasakan hinggan puluhan tahun kemudian.
Sejarah Radioaktivitas. Teknologi mengenai zat-zat radioaktif diawali oleh penelitian yang dilakukan oleh Henri Becquerel, yang awalnya penasaran dengan sinar-X yang ditemukan oleh Wilhelm Rontgen tanpa sengaja. Dalam penyelidikannya menyelidiki asal-usul sinar-X, Becquerel justru menemukan bahwa senyawa uranium dapat memancarkan radiasi dari dalam intinya yang tidak stabil. Unsur-unsur yang memiliki inti tidak stabil seperti uranium atau plutonium disebut unsur radioaktif. Penelitian Becquerel kemudian diikuti pasangan ilmuwan Curie.
Teknologi bom atom dan reaktor nuklir sendiri diawali dari penemuan pembelahan inti (reaksi fisi nuklir) oleh Otto Hahn, seorang ilmuwan Jerman yang juga menemukan unsur radioaktif bernama Protaktinium bersama Lise Meitner. Pembangunan reaktor nuklir pertama kalinya dilakukan oleh Enrico Fermi pada tahun 1942 di Universitas Chicago, Amerika Serikat. Reaktor nuklir tidak melulu digunakan untuk pembangkit listrik, tetapi juga digunakan dalam pembuatan radioisotop dan penelitian yang digunakan dalam bidang kedokteran, industri, biologi maupun farmasi. Indonesia sendiri memiliki beberapa reaktor nuklir yang digunakan untuk penelitian dan produksi isotop. Tidak ada teknologi yang aman 100 %, berdasarkan hasil studi oleh Paul Scherrer Institute, Swiss terhadap 4.290 kecelakaan dalam industry energy antara tahun 1969 -1996 menunjukkan bahwa nuklir adalah sumber energy yang paling aman dibanding gas alam, minyak dan batubara.

Batu bara juga menghasilkan emisi CO2, NOx, SOx, serta partikel debu yang dilepaskan ke udara. Emisi CO2 batu bara mencapai 1250 gram CO2/kWh sedangkan tingkat emisi nuklir hanya 25 gram CO2/kWh. Karena membantu mengurangi pemanasan global,  China ( mempunyai 27 unit PLTN), Rusia (11 PLTN) dan India (6 PLTN) sebagai kekuatan baru ekonomi dunia sekaligus penyumbang emisi terbesar dunia yang menempati peringkat ke 2,3 dan 4 berencana menambah reaktor nuklirnya masing-masing 50 unit (China), 14 unit (Rusia) dan 18 unit (India). Dibanding bahan bakar fosil, pembangunan PLTN memang lebih mahal tetapi jauh lebih murah dalam pengoperasian.
Keuntungan dan kekurangan: Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama lainnya adalah:
Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal) - gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas)
Tidak mencemari udara - tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon monoksida, sulfur dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia
Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal)
Biaya bahan bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan

Baterai nuklir - (lihat SSTAR)
Berikut ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN:
Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl (yang tidak mempunyai containment building).
Limbah nuklir - limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dapat bertahan hingga ribuan tahun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar